مُقَدِّمَةٌ
Pendahuluan
أَبْـدَأُ بِـاسْمِ اللهِ
وَالرَّحْـمَنِ * وَبِالرَّحِـيْـمِ دَائـِمِ اْلإِحْـسَانِ
Saya memulai dengan nama Alloh, Dzat yang maha pengasih, dan Maha Penyayang yang senatiasa memberikan kenikmatan tiada putusnya
فَالْحَـمْـدُ ِللهِ
الْـقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ * اَلآخِـرِ الْبَـاقـِيْ بِلاَ تَحَـوُّلِ
Maka segala puji bagi Alloh Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan
Penjelasan Nadhom
Penyusun nadhom memulai kitabnya dengan bacaan basmalah dan hamdalah
lantaran meniru Al Qur’anul Karim yang memang dimulai dengan basmalah dan
hamdalah dalam surah Al Fatihah, serta doa yang mudah diijabahi (dikabulkan)
ialah doa yang dimulai dengan basmalah dan diakhiri dengan hamdalah.
Kemudian penyusun nadhom berkata; Segala puji bagi Allah SWT yang
memiliki sifat Dahulu serta Dzat yang mengatur segala hal, serta Dzat yang Maha
Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan”
..................................
ثُمَّ الـصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ سَـرْمَدَا * عَلَى الـنَّـبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا
Kemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa
tercurahkan pada Nabi sebaik-baiknya orang yang mengEsakan Alloh
وَآلِهِ وَصَـحْبِهِ وَمَـنْ
تَـبِـعْ * سَـبِيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ غَيْرَ مُـبْـتَدِعْ
Dan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang
yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat bid’ah
Penjelasan Nadhom
Setelah penyusun nadhom membaca basmalah dan hamdalah, kemudian beliau
memohon kepada Allah SWT semoga rohmat ta’dzim serta rahmat keselamatan Allah
ditujukan kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi sebaik-bainya orang yang
meng-Esa kan Allah, serta kepada seluruh keluarga dan sahabat beliau serta
orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar, bukan orang-orang yang
berbuat bid’ah.
Tidak boleh mendoakan Nabi Muhammad SAW dengan lafal yang tidak warid
(lafal wirid atau doa yang diajarkan Rasulullah) seperti lafal ‘Rahimahullāhu’.
Tetapi lafal yang sesuai dan layak untuk para nabi dan rasul adalah lafal
shalawat dan salam.[1]
Siapa yang dimaksud dengan ahli bid’ah?
Menurut para imam terdahulu, ahli bid’ah bukan orang yang berbeda
pendapat dalam tataran fikih, tetapi orang yang tersesat dalam urusan akidah.
Imam Ibnu Abidin, misalnya, mengungkapkan:
“Ahli bid’ah adalah semua orang yang mengatakan perkataan yang di
dalamnya menyelisihi akidah ahlus sunnah waljama’ah.”[2]
Definisi senada dapat dilacak jauh ke belakang masa salaf. Salah satunya
definisi dari Imam Malik:
“Ahli bid’ah ialah orang-orang yang berkata tentang nama-nama Allah dan
sifat-sifat-Nya, kalam-Nya, ilmu-Nya, kekuasaan-Nya dan tak diam dari apa yang
didiamkan para sahabat dan tabi’in.”[3]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ahli bid’ah sebenarnya mengacu
kepada mereka yang akidahnya menyimpang, bukan mengacu kepada orang yang
melakukan sesuatu yang secara fikih dianggap tak pernah dilakukan pada masa
Nabi SAW.
Meskipun perbuatan baru semacam ini masuk dalam kategori bid’ah dalam
arti haram menurut suatu pihak, namun bukan berarti pelakunya boleh disebut
ahli bid’ah, apalagi bila perbuatan tersebut masih diperselisihkan di kalangan
para ulama.
......................................
[1] Syekh M. Nawawi
Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], hal.
4.
[2] Ibnu Abidin, Radd
al-Muhtar, Juz IV, halaman 70
[3] As-Suyuthi, Haqiqat
as-Sunnah wa al-Bid’ah, hal. 83
Komentar
Posting Komentar